Nama KH Maimoen Zubair, atau akrab disapa Mbah Moen, sudah tidak asing lagi bagi publik Indonesia. Namanya harum sebagai ulama sepuh perekat umat. Ulama kharismatik asal Sarang, Rembang, Jawa Tengah, yang wafat pada 6 Agustus 2019 di Mekkah, Arab Saudi, ini dikenal alim, berpengaruh, dan menjadi rujukan umat.
Buku berjudul KH Maimoen Zubair, Sang Maha Guru karya Jamal Ma’mur Asmani ini mengupas peri kehidupan sosok yang sangat disegani itu, berikut kiprah dan pemikirannya. Mbah Moen lahir pada 28 Oktober 1928. Sejak kecil, ayahnya—KH Zubair—mendidiknya dengan sangat serius. Mbah Moen dibiasakan menghafalkan kitab-kitab primer dalam kajian kitab kuning, meliputi Matan al-Jurumiyah, Nadham Imrithi, dan Alfiyyah Ibnu Malik.
Selain ketiga kitab alat itu, Mbah Moen juga mengaji kepada ayahnya kitab-kitab fiqh seperti Fathul Qarib, Fathul Muin, dan Fathul Wahhab. Ketiga kitab alat dan juga ketiga kitab fiqh yang dikaji Mbah Moen merupakan kitab-kitab primer, yang biasa dikaji di pesantren sebagai pondasi keilmuan. Menguasai kitab-kitab itu menjadikan seorang santri dipandang alim dan pantas menjadi ustaz. Setelah mereguk ilmu dari ayahnya, Mbah Moen melakukan pengembaraan intelektual dengan berguru ke sejumlah ulama di Lirboyo, Kediri. Dia lalu mengembara ke Mekkah dan berguru ke beberapa ulama besar di sana, antara lain kepada Sayyid Alawi al-Maliki, Syekh Muhammad Yasin bin Isa al-Fadani, dan Syekh Muhammad Amin al-Kutbi.
Pengembaran intelektual Mbah Moen, menurut Jamal Ma’mur Asmani, menunjukkan kombinasi himmah aliyyah (cita-cita yang tinggi) dan ijtihad (kesungguhan) yang ada dalam dirinya. Perpaduan himmah aliyyah dan ijtihad itu memberi hasil yang luar biasa, yaitu kedalaman ilmu, kemuliaan budi, serta spirit dedikasi kepada umat dan bangsa. Selanjutnya, buku ini tidak hanya mengulas pemikiran besar Mbah Moen, tapi juga menyigi corak pemikiran Mbah Moen dan kontribusinya dalam konstelasi diskursus pemikiran Islam modern.
Menurut Jamal, Mbah Moen adalah tipologi intelektual organik karena aktif merespons problematika sosial dan terlibat aktif melakukan perubahan langsung dalam proses pergumulan sosial yang terjadi. Banyak produk pemikiran Mbah Moen, utamanya dalam konteks fiqh, yang merupakan respons dari realitas sosial. Misalnya, terkait dengan pandangan Mbah Moen yang membolehkan menggunakan jasa bank untuk keperluan daftar haji. Pandangan ini disampaikan ketika masih ada polemik tentang perbankan konvensional yang dalam Muktamar NU diputuskan ada tiga pendapat, yaitu halal, haram, dan syubhat.
Ketika pemikiran ini disampaikan, masih banyak ulama yang mengharamkan bertransaksi di perbankan, termasuk untuk kebutuhan berhaji. Pemikiran tokoh ulama salaf ini melegakan banyak pihak ketika itu. Hal ini tentu berbeda dengan perkembangan sekarang, ketika mendaftar haji harus menggunakan layanan perbankan syariah. Corak pemikiran fiqh Mbah Moen seperti itu, menurut Jamal, lebih dekat kepada tipologi fiqh kontekstual progresif daripada tekstual normatif. Dalam hal ini, Mbah Moen tidak hanya berorientasi kepada teks-teks yang ada dalam kitab kuning, tetapi memikirkan solusi persoalan umat.
Tipologi fiqh ini konsisten dengan fiqh klasik sebagai rujukan, namun mengembangkan pemahaman menjadi kontekstual progresif, yaitu pemahaman teksnya dengan menganalisis aspek sosial, sejarah, dan kultur masyarakat dulu dan sekarang. Tipologi ini menginginkan kitab kuning mampu menjadi problem sosial dengan mengambil spirit progresifnya. Buku ini juga meneroka mata air keteladanan Mbah Moen dalam mendidik anak dan santri, sehingga menjadi tokoh-tokoh penting di masyarakat.
Buku ini ditutup dengan ulasan tentang dakwah kebangsaan Mbah Moen dalam mengembangkan Islam dan bangsa yang harus dilanjutkan generasi sekarang dan yang akan datang, yang meliputi: dakwah keilmuan, dakwah politik, dakwah sosial, dakwah pembaruan Islam, dan dakwah pengembangan pendidikan.
Buku ini tidak hanya layak, tapi juga penting dibaca, oleh para santri dan siapa saja yang ingin mereguk mata air keteladanan yang memancar dari sosok yang disebut sebagai Sang Maha Guru ini.
(Peresensi: Badiatul Muchlisin Asti, pendiri Rumah Pustaka BMA dan Kabid Komunikasi Media DPC Forum Santri Indonesia (FSI) Kabupaten Grobogan)
Judul buku: KH Maimoen Zubair, Sang Maha Guru
Penulis: Dr Jamal Ma’mur Asmani MA
Penerbit: Diva Press, Yogyakarta
Cetakan: ke-1 Oktober 2021
Tebal: 218 halaman
ISBN: 978-623-293-531-0
Sumber: jateng.tribunnews.com